Sumbawabiasa dikenal karena lawas atau juga peribahasanya. Ada banyak sekali peribahasa Sumbawa yang memiliki makna beragam. Ungkapan-ungkapan tersebut menjadi nasihat atau petuah orang-orang Sumbawa. Peribahasa ini bermakna tentang seseorang yang pandai berargumen, mengkritik atau membicarakan sesuatu yang ia lihat, namun tak mampu Vay Tiền Nhanh. A. Hakekat Sastra Lisan Samawa lawas Kata lawas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya luas, melawas luas, lapang, lega .[1]Jika dikaitkan dengan ber-lawas dalam masyarakat Samawa balawas yang menunjukkan tentang kegiatan menyampaikan lawas yang terkait dengan suasana hati yang lapang dan lega. Dengan ungkapan lain, lawas adalah the human creation that created and expressed by languange ; by writing or oral that risen the happiness and sadness in the human seul ciptaan manusia yang dilahirkan dan dinyatakan dengan bahasa, baik lisan maupun tulisan yang menimbulkan rasa keindahan dan keharuan dalam lubuk jiwa manusia.[2] Menurut Sumarsono dkk. dalam Kamus Sumbawa-Indonesia terbitan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, lawas adalah sejenis puisi tradisional khas Sumbawa, umumnya terdiri dari tiga baris, biasa dilisankan pada upacara-upacara tertentu.[3] Budayawan Sumbawa Dinullah Rayes menjelaskan bahwa, lawas pada mulanya berinduk pada bahasa Sumbawa yang tidak bisa dideteksi kapan mulai tumbuh/hadir ditengah masyarakat. Namun, kehadirannya dalam kehidupan masyarakat Samawa, berawal sebagai alat ekspresi batin manusia yang diliputi oleh rasa haru, sendu gunda-gulana, mungkin disebabkan oleh musiba atau datangnya marabahaya yang mengancam hidupnya, maka untuk menanggulangi/menghibur dicurahkan perasaannya dalam bentuk kata-kata. Ucapan-ucapan itu tampak menjadi sebuah kekuatan dalam upacara untuk mengusir unsur-unsur yang menimbulkan rasa marabahaya.[4] Tukang pembuat lawas, H. Maswarang mengatakan bahwa, lawas adalah syair-syair yang ditembangkan sebagai bentuk pengungkapan perasaan hati dalam bentuk cinta, sedih, kritik, nasehat, dan sebagainya.[5] Mustakim Biawan mengatakan bahwa, lawas disampaikan secara lisan, sehingga menjadi begitu akrab dengan masyarakat, karena sudah menjadi bagian dari mereka mengekspresikan isi hatinya, apalagi disampaikan dengan cara melagukan.[6] v Lawas tidak memiliki pola tertentu apakah bersajak a-a-a, aa-b,a-bb. v Lawas Samawa difungsikan untuk mengekspresikan batin manusia yang diliputi oleh rasa haru, sendu gunda-gulana, mungkin disebabkan oleh musiba atau datangnya marabahaya yang mengancam hidupnya, maka untuk menanggulangi/menghibur dicurahkan perasaannya dalam bentuk kata-kata. Ucapan-ucapan itu tampak menjadi sebuah kekuatan dalam upacara untuk mengusir unsur-unsur yang menimbulkan rasa marabahaya.[7] Lawas juga difungsikan untuk mengungkapan perasaan hati yang artistik dalam bentuk cinta, sedih, kritik, nasehat, dan sebagainya.[8] lawas berperan sebagai alat perekam peristiwa, juga merupakan media komunikasi dengan manusia lainnya. v Tujuan penciptaan lawas adalah untuk memberikan pandangan/cerminan kepada masyarakat Samawa, bahwa dalam lawas terdapat nilai nasehat, pandangan hidup, kepercayaan, cara berfikir, dan nilai budaya etnis Samawa yang patut diteladani oleh masyarakatnya, baik dalam hubungannya dimasa lalu, masa sekarang, maupun untuk masa yang akan datang. B. Jenis Lawas Samawa Karya sastra tau Samawa seperti balawas, pada hakekatnya adalah puisi yang dilagukan. Lawas itu lahir dengan berbagai cara, ada yang dilagukan sendiri, ada pula secara bepasangan atau bermain-main dalam suatu kempulan. Bila diiringi “rebana kebo” rebana besar dengan memakai “ulan” melodi anosiyep sebelah matahari terbit dinamakan sakeco. Bila diiringi “rebana ode” rebana kecil dengan “ulan Taliwang” dinamakan langko. Bila diiringi seruling sarune dinamakan bagandang. Jika ditambahkan dengan koor “gero” disebut saketa.[9] Ada bermacam-macam lawas berdasarkan kelompok umur a. Sastra lisan lawas anak-anak tau ode yang mengedepankan dunia anak-anak yang penuh kegembiraan. Contoh Ma tunung andi ma tunung Meleng tunung kubeang me Jangan jadi kembo kopang Mari tidur adik marilah tidur Bangun tidur kuberi nasi Lauk dari susu kerbau yang panas b. Sastra lisan lawas muda-mudi taruna-dadara Berkisar sekitar perkenalan, percintaan, berkasih-kasihan, perpisahan, beriba hati. Lawas ini, biasanya dilantunkan saat bertemu jejaka dan gadis ketika menanam padi, saat memotong padi di sawah, dikala menonton keramaian kerapan kerbau, dan dalam permainan barempuk bertinju. Di sinilah terjadi pertautan batin, memendamkan perasaan, maka terjadilah kelumrahan, seperti tercermin pada lawas di bawah ini Ajan sumpama kulalo Kutarepa bale andi Beleng ke rua e nanta seandainya aku bertandang Mampir di rumah adinda Adakah gerangan belas kasihan Malalo kau e suratBawa salam doa kakuBada ling ada rasate pergilah suratku Bawa salam dan doaku Sampaikan bahwa aku mencintainya Rasate kaku andi eKu potret kau kuni poYa timal nonda ku gita keinginanku wahai adinda Seharusnya aku memotretmu Sebagai pengganti dikala aku tidak melihatmu Ajan mu gita rua ateLit rea ada si sisiKo kau no kuto sanga seandainya kamu mengetahui isi hatiku Lautan yang luas pasti bertepi Tetapi perasaanku padamu, tiada bertepi Tingi mara palaning reNongka ku ngasan baruakKu roa rari ku kawa tinggi seperti batang ilalang Aku tidak merasa letih mendaki Ku mau karena kuyakin Petang sarawi kuipiSipu ku kamata ruaBato mo batepang dating Datang kusangangkang ruaKutulang kemas katawaAndi no bosan ku tulang ku datang menghadapkan wajah Dirimu, kau tersenyum ceria Adinda tidak bosan kutatap Bua no bosan ku tulangManang mara ka tu pasukTokal mara ka tu antinKu tulang bungkun angkang si Bua ku tokal barangkangKu buya rua ling ateAda ke nasib ya kompal c. Sastra lisan lawas orang tua tau loka berintikan pendidikan islam nasihat agama dan tasawuf falsafi. Dalam hal ini menyelami lubuk hati orang tua yang bersifat didaktis berisi pelajaran dan sebagian lagi berintikan ajaran agama islam. Hal ini, dikarenakan orang tua pada umumnya memang lebih senang dengan syair yang bernuansa nilai keagamaan, seperti mengingatkan kewajiban beribadah, menyebut kematian, mengagungkan Allah, dsbnya. Contoh Ada intanku samodeng Kusangisi kotak mesir Ya timal umak rampek ban ada intanku sebutir Kusimpan dalam kotak mesir Penantang ombak penghempas papan Nyawa lalo bilen tubu Rendup nangis ling poto ban Masi po asi dunia jiwa /roh meninggalkan jasad Merintih dan bersedih di ujung papan Karena masih mendambahkan kehidupan duniawi Pamuji tentu ko Nenek Nosi bau tu kabaeng Ada pang tu bajele pujian hanya untuk Allah Tidak bisa untuk dimilki Ada tempat kita bersandar Sai sate nyaman mate Laga mo rembet sembahyang Lema nyaman nyawa lalo siapa yang ingin bahagia Rajin-rajinlah dirikan shalat Niscaya jiwa akan tenang meninggalkan raga Muhammad rasul pilihan Utusan saluruh alam Bawa rahmat kalis repan Muhammad rasul pilhan Utusan seluruh alam Membawa rahmat dari Allah. Sopo lawang katu sonap Leng dunia pang katelas Pang akherat tu baremin kita datang lewat pintu yang satu Di dunia tempat kita hidup Di akherat tempat berkumpul Ramadhan Bulan PuasaTu Boat genap SabulanWajib Lako Tu Bariman Bua Tu Boat PuasaParenta NENE’ Ko UlinNo Balong Lamin Tu Balin Sai Lale Ko ParentaSiong Si Ulin BarimanNa Arap Datang Syafa’at Lagi Dadi Tau TaqwaMin No Sampurna IbadatRapang Tu Mangan No Nginim C. Hakekat Sastra Lisan Sasak Lelakaq Lelakaq dalam bahasa Sasak, sama artinya dengan pantun. Orang Minangkabau menyebut pantun, orang Sumbawa tau Samawa menyebutnya lawas, dan orang dari daerah lainnya entah menyebutnya lain lagi. Lelakaq banyak macamnya, tergantung dari kegunaannya. Jika dipakai balawas namanya lelawas, sementara jika dipakai pada nembang namanya tembang. H. Lalu Muhammad Azhar, 1996 23. D. Jenis Lelakaq Sasak berikut jenis lelakaq sasak 1 Lelakaq Nasehat. 2 Lelakaq Bebajangan muda-mudi. 3 Lelakaq betimbalan lelakaq berkait. 4 Lelakaq Sembilinan perpisahan. 5 Lelakaq Jenaka. H. Lalu Muhammad Azhar, 1996 23. Berikut beberapa contoh lelakaq 1 Kebango enjeq-enjeq Teloq tapong bentel-entel Mun pano eraq lemaq Tain meong mun paran tekel Baris pertama dan kedua adalah sampiran, sedangkan baris ketiga dan keempat adalah isi. v Mun pano eraq lemaq jika Anda turun ke desa esok lusa Tain meong mun paran tekel kotoran kucing dikira jajan tekel. 2 Embe jalan tipaq Rembiga Sayang-sayang ojok baret Ngumbe entan ngitaq sida Kasih sayang endaqna pegat Mana jalan ke tempat Rembiga Sayang-sayang ke barat Bagaimana cara melihat engkau Kasih sayang tidak pernah putus 3 Minaq jejukung kayuq bae Mun palembah kayuq dao Silaq tulung siq sida bae Adeq ta molah leto ngayo Membuat perahu cukup dengan kayu saja Biarpun menggunakan palembah kayu dao Silakan membantu antar sesama saja Biar kita bisa main-main ke sana 4 Mula kesuruh perang Praya Jangka lauq dateng Pujut Sorong serah aji kerama Pusaka laeq masih teturut 5 Jangka timuq perang Pringgabaya Jangka daya dateng Sokong Bayan Adeqda mauq pada memeta Suka begawean polos bekelampan 6 Bukal anteq-anteq Kedebong bawaq alang Mun suka Raden Pateq Tanggep gong gorok lepang. H. Lalu Muhammad Azhari, 1996 23 – 25. v Lelakaq umumnya berpola ab-ab. v Fungsi lelakaq adalah ; a sebagai hiburan dikala hati dibalut duka dan sedih, b sebagai sindiran dan kritikan, c sebagai alat kontrol sosial, d sebagai media untuk menarik perhatian sang kekasih.[10] v Tujuan lelakaq ; a untuk memberikan pandangan kepada masyarakat bahwa dalam lelakaq ada nilai, cara berfikir etnis Sasak yang harus dapat dipetik oleh masyarakatnya, b dengan hadirnya lelakaq dapat menonjolkan identitas bahasa Sasak sekaligus sebagai alat untuk menjaga bahasa Sasak dari kepudaran.[11] E. Kategori yang Dibandingkan antara lawas Samawa dengan lelakaq Sasak a. Lawas Samawa tidak memiliki pola tertentu[12]. Sementara lelakaq umumnya berpola ab-ab. b. Lawas Samawa terdiri atas tiga jenis, berdasarkan kelompok umur, yaitu ; 1 Lawas anak-anak, 2 lawas muda-mudi Taruna-dadara, 3 lawas orang tua/tau loka orang tua. Sedangkan lelakaq Sasak terdiri atas lima jenis, yaitu 1 lelakaq nasehat, 2 lelakaq bebajangan muda-mudi, 3 lelakaq sembilinan perpisahan, 4 lelakaq betimbalan lelakaq berkait, dan 5 lelakaq jenaka. c. Lawas terdiri atas 3 baris setiap bait ; baris pertama dan kedua adalah berisi sampiran, sedangkan baris ketiga adalah isi/makna. Sementara lelakaq sasak terdiri atas 4 baris setiap bait ; baris pertama dan kedua berisi sampiran, sedangkan baris ketiga dan keempat adalah isi/makna. d. Dalam melantunkan lawas harus menggunakan lagu/intonasi, untuk mendramatisasi keindahan bunyi bahasanya. Begitu juga pada lelakaq dalam melantunkan bisa dengan cara lelawas balawas dan ditembangkan. e. Diksi pada lawas cenderung menggunakan bahasa kalam/halus Samawa, sebagai citraan identitas etnis Samawa. Sedangkan diksi pada lelakaq cenderung menggunakan bahasa sehari-hari, dan terkadang juga disimulasikan dalam bahasa kalam Sasak. f. Pencipta cenderung menggunakan/menghadirkan suasana bahasa lawas dalam bentuk konotasi dalam mengapresiasikan hasil karyanya, dan ada juga yang menggunakan kata-kata denotasi. Sedangkan lelakaq terkadang juga menggunakan bahasa konotasi dan denotasi. g. Lawas Samawa difungsikan untuk mengekspresikan batin manusia yang diliputi oleh rasa haru, sendu gunda-gulana, mungkin disebabkan oleh musiba atau datangnya marabahaya yang mengancam hidupnya, maka untuk menanggulangi/menghibur dicurahkan perasaannya dalam bentuk kata-kata. Ucapan-ucapan itu tampak menjadi sebuah kekuatan dalam upacara untuk mengusir unsur-unsur yang menimbulkan rasa marabahaya.[13] Lawas juga difungsikan untuk mengungkapan perasaan hati yang artistik dalam bentuk cinta, sedih, kritik, nasehat, dan sebagainya.[14] lawas berperan sebagai alat perekam peristiwa, juga merupakan media komunikasi dengan manusia lainnya. Sedangkan lelakaq difungsikan; a sebagai hiburan dikala hati dibalut duka dan sedih, b sebagai sindiran dan kritikan, c sebagai alat kontrol sosial, d sebagai media untuk menarik perhatian sang kekasih.[15] h. Tujuan penciptaan lawas adalah untuk memberikan pandangan/cerminan kepada masyarakat Samawa, bahwa dalam lawas terdapat nilai nasehat, pandangan hidup, kepercayaan, cara berfikir, dan nilai budaya etnis Samawa yang patut diteladani oleh masyarakatnya baik dalam hubungannya dimasa lalu, masa sekarang, maupun untuk masa yang akan datang. Sedangkan tujuan penciptaan lelakaq adalah a untuk memberikan pandangan kepada masyarakat bahwa dalam lelakaq ada nilai, cara berfikir etnis Sasak yang harus dapat dipetik oleh masyarakatnya, b dengan hadirnya lelakaq dapat menonjolkan identitas bahasa Sasak sekaligus sebagai alat untuk menjaga bahasa Sasak dari kepudaran.[16] LAMPIRAN TEKNIK MEMPEROLEH DATA TEKNIK INTERVIEW BERIKUT INFORMAN YANG DIJADIKAN SUMBER A Wawancara dengan Dinullah Rayes, 19 Oktober 2006. Dalam Sastra Lisan Lawas Etnis Samawa dan Muatan Nilai Keagamaannya, Oleh Muhammad Saleh. B Wawancara dengan Maswarang, 31 Oktober 2006. Dalam Sastra Lisan Lawas Etnis Samawa dan Muatan Nilai Keagamaannya, Oleh Muhammad Saleh. C Wawancara dengan Mustakim Biawan, 3 November 2006. Dalam Sastra Lisan Lawas Etnis Samawa dan Muatan Nilai Keagamaannya, Oleh Muhammad Saleh. D Interview dengan Bapak Azhari, 20 Mei 2009. DAFTAR PUSTAKA Lalu Manca. 1984. Sumbawa Pada Masa Lalu ; Suatu Tinjauan Sejarah. Surabaya Rinta. Sumarsono et. Al. 1985. Kamus Sumbawa-Indonesia. Jakarta Pusat Pembinaan dan Penelitian Bahasa. Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarata Balai Pustaka. Azhar, H. Lalu Muhammad. 1996. Reramputan Pelajaran Bahasa Sasak Untuk Kelas 4 Sekolah Dasar. Klaten Utara PT Intan Pariwara. Azhar, H. Lalu Muhammad. 1996. Reramputan Pelajaran Bahasa Sasak Untuk Kelas 5 Sekolah Dasar. Klaten Utara PT Intan Pariwara. Goverment Tourism Service of Sumbawa. Regional Art of The Principal Tourism Object of Sumbawa. Sumbawa. [1] Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarata Balai Pustaka, 1989 504. [2] Goverment Tourism Service of Sumbawa, the Regional Art of The Principal Tourism Object of Sumbawa Sumbawa tp., 1997 12. [3] Sumarsono et. al, Kamus Sumbawa-Indonesia Jakarta, Pusat Pembinaan dan Penelitian Bahasa, 1985 75. [4] Wawancara dengan Dinullah Rayes, 19 Oktober 2006. [5] Wawancara dengan Maswarang, 31 Oktober 2006. [6] Wawancara dengan Mustakim Biawan, 3 November 2006. [7] Wawancara dengan Dinullah Rayes, 19 Okrober 2006. [8] Wawancara dengan Maswarang, 31 Oktober 2006. [9] Lalu Manca, Sumbawa Pada Masa Lalu ; Suatu Tinjauan Sejarah Surabaya, Rinta, 1984, cet. I. 40. [10] Interview dengan Bapak Azhari, 20 Mei 2009. [11] Interview dengan Bapak Azhari, 20 Mei 2009. [12] Tidak tentu polanya apakah bersajak aa-b,a-bb, a-a-a, dsbnya tergantung keinginan para pencipta lawas. Kalau memang ingin menonjolkan keindahan bunyi bahasa, terkadang menggunakan bahasa yang bernada sama di ujung baris setiap bait, sehingga dapat juga berpola a-a-a. [13] Wawancara dengan Dinullah Rayes, 19 Oktober 2006. [14] Wawancara dengan Maswarang, 31 Oktober 2006. [15] Interview dengan Bapak Azhari, 20 Mei 2009. [16] Interview dengan Bapak Azhari, 20 Mei 2009. LAWAS Seni sastra yang sangat menonjol di Sumbawa adalah seni sastra “Lawas.” Lawas bagi masyarakat Sumbawa bukan sekadar seni sastra, namun Lawas juga sebagai media hiburan yang dapat dipertunjukkan dan atau dipertontonkan. Lawas menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Sumbawa. Lawas diwariskan dan diturunkan dalam bentuk lisan. Lawas bagi masyarakat Sumbawa menjadi sumber dari segala sumber seni. Lawas akan dilantunkan kedalam berbagai bentuk seni, meliputi Seni Balawas, Rabalas Lawas, Malangko, Badede, Badiya, Bagandang, Bagesong, Sakeco, bahkan tutur atau cerita pun disampaikan dalam bentuk Kamus Bahasa Sumbawa-Indonesia dikatakan bahwa Lawas adalah sejenis puisi tradisi khas Sumbawa, umumnya terdiri atas tiga baris, biasa dilisankan pada upacara-upacara tertentu. Pengertian Lawas pada Kamus Bahasa Sumbawa-Indonesia belum dapat dikatakan lengkap, karena Lawas juga ada yang terdiri atas empat baris, enam baris, dan ada juga yang delapan baris dalam tiap sebagai puisi lisan tradisional masyarakat etnis Sumbawa dapat kita nikmati dalam berbagai bentuk pertunjukkan. Lawas dipertunjukkan dalam dua bentuk, meliputi 1 dipanggung dan 2 pada saat orang bekerja di sawah, di ladang, saat gotong royong membangun rumah, mengasuh anak, saat upacara adat, saat Karapan Kerbau, Barampok sebagai sebuah yang dilantunkan pada saat beraktivitas biasanya untuk mengurangi rasa sepi, sebagai hiburan, mengalihkan perhatian dari pekerjaan yang dilakukan, dan Lawas di Sumbawa tidak diketahui secara pasti. Kehadiran Lawas bagi masyarakat Sumbawa pada awalnya berperan sebagai media ekspresi batin manusia dan sebagai perekam peristiwa yang terjadi di seputarnya. Apa yang tampak atau yang dipikirkan oleh masyarakat Sumbawa tempo dulu biasanya akan disampaikan melalui Lawas. LAWAS ULANLawas Ulan adalah Lawas yang disampaikan berdasarkan konsep kewaktuan. Lawas Ulan tidak boleh diucapkan sembarangan, sebab untuk memulai Lawas Ulan menggunakan penanda waktu. Penanda waktu dapat diperhatikan pada saat Lawas mulai tembangkan. Penanda waktu itu bukan berdasarkan jam, sebab jam pada saat itu di Sumbawa. Penanda waktu yang digunakan adalah berupa keadaan, waktu pagi hari, siang, sore, dan malam waktu yang dimaksud adalah sebagai berikut Ta Pola Adal Nenrang Jong. Kata yang bergaris bawah di samping adalah penanda waktu. Adal dalam bahasa Indonesia adalah embun atau Ulan ano Siup dan ano rawi memiliki perbedaan. Perbedaan antara Lawas ulan ano Siup dan ano rawi terletak pada irama dan tempo lagunya. Lawas ulan di ano Siup iramanya agak mengalun dengan tempo yang lambat, sedangkan Lawas ulan di ano rawi irama alunannya tinggi dengan tempo yang dinamis. LAWAS ULAN SIUPLawas ulan Siup adalah Lawas yang disampaikan pada pagi hari dengan menggunakan irama dan tempo lagu yang lembut. Lawas ini biasanya disampaikan saat para petani akan berangkat ke sawah/lading atau saat orang-orang sedang menanam padi atau menuai padi secara beramai-ramai di pagi hari sekitar pukul Wita. Berikut ini Lawas ulan Siup. Permulaan Lawas Ulan Siup selalu menggunakan Lawas berikut dan Lawas berikut selalu dimulai oleh laki-laki, contohYamubuya Ijo GodongPuin Palemar ParaiTa Pola Adal Nenrang JongKau cari si hijau daun. Pohon yang penuh dengan air. Ini karena embun yang menetesAkusi Datang Nenrang JongLamin Tenrang Baeng DesaPitu Ten Nosi KumoleAku yang datang menetes. Bila ramah seisi kampung. Tujuh tahun tak dua bait Lawas di atas, maka Lawas selanjutnya bisa apa saja tergantung situasi dan kondisi emosi dan perasaan si pelantun sair Lawas ulan berikutKakendung Ling Kuandi EKupina Pangasa KauNo Tutu Sai YabolaTerlanjur kuucapkan adinda. Kau yang kuharapkan. Tak tahu siapa yang ULAN PANAS ANOLawas Ulan Panas Ano adalah Lawas yang disampaikan pada saat siang hari, saat matahari sedang terik/ panas-panasnya. Lawas Ulan Panas Ano berirama dan bertempo tinggi sebagai gambaran semangat. Lawas Ulan Panas Ano disampaikan pada siang hari sekitar pukul Wita. Berikut adalah Lawas Ulan Panas Ling Kuandi EKupina Pangasa KauSipak Lalo Gandeng JangiTerlanjur ucapku wahai adinda. Menaruh harapan kepadamu. Tak tahunya kamu setengah Ku Ke KauMikir Ate Totang RaraLeng To Diri MelasakanKuberharap berjodoh denganmu. Hatiku mikir aku miskin. Tahu diri tak punya apa-apaMelasakan Nanta RaraNgining Buya TuyapendiKamina Tingi Konang MalMerana karena miskin. Mencari orang yang mengasihan. Pamanda mulia tapi ULAN RAWI ANOLawas Ulan Rawi Ano adalah Lawas yang disampaikan sore hari, selepas shalat Asar. Lawas Ulan Rawi Ano berirama sendu dan tempo mulai turun dibandingkan dengan Lawas Ulan Panas Ano. Lawas Ulan Rawi Ano biasanya menggambarkan sebuah kesedihan atau pun kebahagiaan. Kondisi sedih dan bahagia bisa terjadi, jika sipelantun Lawas laki-laki diterima oleh pelantun Lawas wanita. Lawas Ulan Rawi Ano adalah Lawas penutup untuk pekerjaan Mataq Rame panen raya pada hari itu. Berikut adalah petikan Lawas Ulan Rawi ne Anak tunginingTili ano gama megaLema rep sakiki raraMelangkahlah si Anak merana. Tutuplah mentari wahai awan. Agar teduh si miskin inaqku sapuanNosoda dengan kamikirPang aku dua ke lenoMiskin ibuku dahulu. Tiada teman berpikir. Padaku hanya bersama beling gama lenoLema tulung aku mikirKau baesi kuasaBicaralah wahai bayangan. Tolonglah aku berpikir. Hanya engkau yang adalah Lawas yang dilantunkan oleh sekelompok orang dengan diiringi Serunai seruling atau pukulan alu pada lesung Nunya Rame. Gandang dilantunkan oleh sekelompok perjaka dan gadis, apabila sekelompok perjaka dan gadis melantunkan Gandang dengan iringan serunai maka disebut Gandang Suling, jika diiringi dengan pukulan alu pada lesung disebut Gandang nunya/nunya suling biasanya dilantunkan dalam suasana gembira karena hasil panen berlimpah, karena itu, Lawas-Lawas yang dilantunkan biasanya merupakan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Mahaesa. Gandang suling juga dilantunkan pada malam hari oleh dua orang pemuda yang salah satunya sedang jatuh cinta dan biasanya dilantunkan di tengah sawah saat menjelang padi menguning atau di tempat yang dekat dengan rumah si gadis yang diincar oleh pemuda itu. Lawas yang diungkapkan merupakan ungkapan kasih sayang, cinta, dan janji-janji sang pemuda kepada sang selain diiringi oleh Serunai juga ada yang diiringi oleh pukulan alu pada lesung, ini yang disebut dengan Gandang nuja/Nunya Rame. Gandang nuja biasanya dilakukan oleh sekelompok pemudi yang sedang menumbuk Nuja/Nunya Rame hanya dilakukan pada saat para wanita sedang bergotong royong menumbuk padi di halaman rumah kala bulan terang benderang. Pekerjaan ini dilakukan oleh para wanita untuk membantu tetangga menyiapkan beras ketan yang akan digunakan untuk hajatan. Pada saat seperti ini, biasanya para jejaka datang menyaksikan sambil memperhatikan siapa yang bakal dijadikan pasangan hidupnya mencari jodoh. Lawas-Lawas yang dilantunkan biasanya Lawas muda-mudi yang berisi sindiran, ejekan, dan ungkapan-ungkapan rasa cinta. Berikut petikan Lawas sampama kulaloKutarepa bale andiBeling ke rua e nantaSeandainya aku bertandang. Mampir di rumah adinda. Adakah gerangan belas oleh si gadisLamin tetapmo pang siaBose sangangkang let reaNaq beang bilu lako lenKalau tetap pendirian. Kayuhlah dayung ke samudra. Jangan berpaling pada yang adalah Lawas yang dikumandangkan oleh sekelompok orang sebagai pernyataan kegirangan atau pembangkit semangat saat mengadakan permainan rakyat atau bergotong-royong membangun rumah, mengangkut kayu besar. Di tengah-tengah orang yang baSaketa, biasanya muncul salah seorang yang mengumandngkan Lawas Saketa yang kemudian disambut serempak oleh anggota kelompok/rombongan dengan suara “ho
 bam
 baho
 bam
.” dan seterusnya. Suara-suara pemberi semangat ini disebut dengan Gero/Bagero. Lawas Saketa yang di rangkaikan dengan Gero dilakukan untuk menyelesaikan pekerjaan berat, Barapan Kebo karapan Kerbau, permainan rakyat Barampok/Barempuk tinju ala Sumbawa. Saketa dan Bagero digunakan juga untuk upacara mengiring pengantin Iring Pangantan dari rumah pihak laki-laki ke rumah calon pengantin wanita. Adapun Lawas yang disampaikan saat itu adalahPangantan ntek Rawi AnoIring leng mayung satupangLamin no buta batempangTuk tak ne mayungJontal satetak jadi payungSuara rombongan “ho
 bam
 baho
 bam
.”Pengantin berangkat sore hari—diiringi serombongan kijang—kalau tidak buta ya pincang—tuk tak wahai kijang—lontar sepotong jadi payungTradisi Saketa di Sumbawa saat ini sulit ditemukan lagi. Ini disebabkan oleh karena pembangunan rumah di Sumbawa sudah tidak bergotong-royong lagi dan kalaupun ada sudah tidak lagi diadakan BaSaketa. Lawas-Lawas yang disampaikan pun biasanya adalah Lawas yang bersifat menggalang persatuan dan kebersamaan dengan penuh pria yang menembangkan Lawas dengan lantang sambil mengacungkan dan atau merentangkan kedua tangannya, di salah satu tangannya memegang Mangkar cambuk khas Sumbawa yang khusus digunakan untuk menghalau kerbau pada saat “Barapan Kebo” karapan kerbau sambil menari mengelilingi arena. Ngumang hanya dilakukan pada saat Barapan Kebo, Maen Jaran dan dilakukan dengan tujuan untuk mengungkapkan kegembiraan karena telah menang, baik pada saat Barapan Kebo maupun pada saat Barampok. Ngumang juga bertujuan untuk memberikan semangat kepada peserta Barapan Kebo dan Barampok sekaligus juga berfungsi untuk memperkenalkan diri kepada penonton. Peserta yang menang biasanya akan Ngumang dan menyampaikan Lawas. Lawas Ngumang bisa seperti petikan Lawas e sai nongka tanMakatoan lako akuSa nya baing Gila RodaSiapakah yang belum mengenal—tanyalah padaku—inilah pemilik Gila Roda nama kerbau’BADEDE Badede adalah menembangkan Lawas yang ditujukan untuk Anak menjelang tidur atau saat pangantin sedang Barodak luluran’. Lawas yang biasa dinyanyikan oleh seorang ibu atau kakak yang sedang menina-bobokan atau mengasuh bayi disebut Badede Anak. Lawas yang dilantunkan pada saat Badede Anak bertemakan permohonan kepada Tuhan Yang Mahaesa agar Anak yang diasuh dapat panjang umur, berguna bagi orang tua, masyarakat, nusa dan bangsa serta agama. Badede Anak disebut juga Lawas yang digunakan pada saat Badede Anak tidak sama, tergantung pada umur dan pada tempat dimana Anak ditidurkan. Perbedaan itu terlihat pada irama dan kata-kata dari Lawas yang digunakan. Berikut ini contoh Lawas yang biasa digunakan pada kegiatan Badede adi matunungMeleng tunung kubeang meJangan jadi kembo kopangmari tidur adik mari tidur—bangun tidur kuberi nasi—ikan susu kerbau sehatAdi ode dalam bilikNyentik ima poyong mamaSadua kita gamandiAdik Mungil dalam kamar—lentik indah jemarimu—kita ini hanya berdua wahai adindaBadede Adat hanya berkembang di kalangan bangsawan Samawa Sumbawa. Badede Adat dilaksAnakan pada saat upacara perkawinan dan Sunat Rasul khitanan. Badede Adat ditembangkan oleh beberapa wanita sambil membunyikan Kosok Kancing sejenis marakas. Badede Adat dilantunkan dalam suasana yang relegius dan dihajatkan agar mereka yang menerima acara ini dalam keadaan selamat serta tidak mudah diganggu makhluk satu upacara yang diiringi Badede Adat adalah pada saat kegiatan Barodak luluran pengantin, baik pria maupun wanita keluarga bangsawan. Pengantin pada saat mau di-Odak dilulur, maka sekelompok wanita melantunkan Lawas Badede Adat. Lawas yang dilantunkan pada saat Barodak adalah sebagai Intan Mua DewaMua Bulaeng Do NantaPenangmo Intan Manmo NangesDuhai sayang duhai para Dewa—wahai permata duhai sayang—tenanglah sayang jangan menangisLamin Leq Tawar AteDome No Mane ParanaSiong Untung Sama RelaUntung Tusaling SasakitBila lama kau menangis—andaikan tidak merusak tubuh—bukanlah jodoh sama rela—jadinya jodoh pangkal sengsaraPenangmo Intan Manmo NangisBeang Boe Ling TutingiKita Tupasodo RaraPasodo Apa PasodoTenanglah sayang jangan menangis—biarkan habis oleh yang mulia—kita hanya mendekap dalam kemiskinan—milikilah apa yang kau milikiBASUAL Kata basual berasal dari kata sual yang mendapat awalan ba-, sual berarti soal, sedangkan ba- berarti menjadi. Jadi, basual artinya menyampaikan soal. Seseorang yang mengajukan soal yakni dengan menyampaikan sampiran dari sebuah Lawas. Bagi yang hadir dalam kesempatan tersebut dan mengetahui jawabannya, maka akan segera menjawabnya. Jawaban yang disampaikan adalah isi dari sampiran yang Basual dapat dijumpai pada saat orang sedang membuat atap rumah Nyantek, panen Mataq Rame, di rumah orang yang mau kawin Montok Basai, dan lain-lain. Contoh petikan Lawas Buri Desa UtanParak Ke Desa SamamungAna Badi Kuring RateMeporiri Ku Ta IntanJarang Kubau BatemungRosa Dadi Rusak AteAyam burik desa Utan—dekat dengan desa Samamung—ada badikku di rate. Betapalah caraku duhai kekasih—sangat jarang kita bertemu—hancul luluh hatikuLalo Mancing Ko PamulungEntek Lako Desa PungkaKupandang Desa MaliliLalo Kau Manjeng UrungKukelek No Balik BungkakMumandang Adasi Lilipergi memancing ke Pamulung—naik ke desa pungka—kupandang desa Malili. Pergilah engkau kekasih urung—kupanggil menoleh pun tidak—kau kawin ada juga penggantimuLANGKOLangko merupakan penyampaian Lawas yang dilakukan oleh sekelompok pemuda dan kelompok pemudi yang saling beradu Lawas cinta. Lawas-Lawas yang disampaikan dalam Langko berbeda dengan Lawas Sual. pada saat Malangko, Lawas yang disampaikan harus dijawab dengan Lawas, yang perlu diperhatikan dalam Malangko adalah langgam lagu Lawas yang dibawakan. Langgam lagu Langko ini yang sangat diperhatikan oleh si pelantun, selain juga Lawasnya. Jika tidak mampu mengikuti langgam lagu Langko, maka dianggap kalah, ditertawakan, dan juga malu. Mereka yang akan ikut Malangko harus orang-orang yang pandai baLawas dan juga pandai menembangkan langgam Malangko biasanya dimanfaatkan oleh para muda-mudi untuk mencari jodoh, oleh karena itu muda-mudi di Sumbawa pada waktu itu berusaha semaksimal mungkin untuk bisa BaLawas. Mereka yang bisa BaLawas di Sumbawa akan mempunyai pergaulan yang luas. Di Sumbawa ada dikenal tiga jenis orang, yakni Nyir Tamat Telu bisa membaca Al-Quran; bisa Ratob; dan bisa BaLawas. Lawas Kusamula Ke BismillahKusasuda Ke WassalamNan Ke Salamat Paranakumulai dengan bismillah-kuakhiri dengan wassalam-agar diri jadi selamatPutriRungan Rame Boat SiaBagentar Tana SamawaBatomo Nyata Kugitakabarnya meriah pesta Tuan—bergetar tanah Sumbawa—kini nyatalah sudahPutraTugitaq Nyata Ke MataRiam Mara Den BaringinNo Bola Ne Bawa Rungannyata terlihat mata—lebat bagai daun beringin—tidak bohong pembawa beritaPutriRungan Balongmu Andi EKaleng Empang Ko SakongkangNomonda Dengan Kubaningtersiar kecantikanmu duhai dinda—dari empang ke Sekongkang—tiada tanding tiada bandingSAKECO Sakeco merupakan salah satu bentuk seni yang bersumber dari Lawas. Sakeco banyak digemari oleh masyarakat Tau Samawa Sumbawa. Sakeco dimainkan oleh dua orang pria yang merupakan pasangannya dan masing-masing memegang satu rabana rebana. Rebana yang digunakan adalah bisa Rabana Ode atau Rabana Rango/Rabana Kebo Rebana Besar. Penggunaan dua jenis rebana ini didasarkan pada temung yang akan digunakan. Hanya saja, pada saat Sakeco, rabana yang digunakan harus penggunaan dua jenis rabana ini karena perbedaan Temung nada lagu, dan isi Sakeco. Rabana Ode lebih lincah, agresif, lebih variatif, dan jika ditabuh maka akan lebih cepat. Rabana Ode biasa dipakai untuk memainkan temung Sakeco Ano Rawi, sedangkan Rabana Kebo selain mengeluarkan suara lebih besar, temponya lambat, dan juga lebih monoton dari segi nada. Rabana Kebo biasanya digunakan oleh sebagian besar orang Sumbawa Ano merupakan seni yang sangat luwes dan dinamis dibandingkan dengan yang lain. Sakeco dapat dimuati oleh Lawas Nasihat pamuji; Lawas Tau Loka, Lawas Muda-mudi, Lawas tode yang dibuat dalam bentuk tutur cerita naratif. Kearifan lokal berarti hubungan yang baik antara manusia, alam dan lingkungan di suatu daerah yang juga dipengari oleh budayanya. Fenomena globalisasi dan modernisasi saat ini membuat kebudayaan pada suatu daerah mulai dilupakan sehingga budaya-budaya tersebut perlu untuk diperhatikan dan dilestarikan, salah satu budaya atau tradisi suatu daerah yang ada di Indonesia yaitu Upacara Pesta Ponan. Upacara Pesta Ponan merupakan tradisi tahunan yang dilakukan oleh masyarakat Sumbawa Nusa Tenggara Barat, banyak mengandung nilai-nilai lokal. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menggali kearifan lokal yang ada dalam lawas puisi rakyat Upacara Pessta Ponan masyarakat Sumbawa. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif melalui studi literature yang berkaitan dengan konteks kearifan lokal. Dari penelitian ini, hasilnya menunjukkan bahwa kearifan lokal dalam lawas puisi rakyat Upacara Pesta Ponan yaitu; cinta lingkungan, nilai agama, nilai sosial, tradisi dan hal ini, kearifal lokal perlu untuk dilestarikan untuk mengimbangi perkembangan zaman Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Edukatif Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 4 No 2 Tahun 2022 p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071 Edukatif Jurnal Ilmu Pendidikan Volume 4 Nomor 2 Tahun 2022 Halm 2164 - 2173 EDUKATIF JURNAL ILMU PENDIDIKAN Research & Learning in Education Kearifan Lokal dalam Lawas Puisi Rakyat Upacara Ponan Masyarakat Sumbawa Nusa Tenggara Barat Heni Mawarni Universitas Cordova, Indonesia E-mail Abstrak Kearifan lokal berarti hubungan yang baik antara manusia, alam dan lingkungan di suatu daerah yang juga dipengari oleh budayanya. Fenomena globalisasi dan modernisasi saat ini membuat kebudayaan pada suatu daerah mulai dilupakan sehingga budaya-budaya tersebut perlu untuk diperhatikan dan dilestarikan, salah satu budaya atau tradisi suatu daerah yang ada di Indonesia yaitu Upacara Pesta Ponan. Upacara Pesta Ponan merupakan tradisi tahunan yang dilakukan oleh masyarakat Sumbawa Nusa Tenggara Barat, banyak mengandung nilai-nilai lokal. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menggali kearifan lokal yang ada dalam lawas puisi rakyat Upacara Pessta Ponan masyarakat Sumbawa. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif melalui studi literature yang berkaitan dengan konteks kearifan lokal. Dari penelitian ini, hasilnya menunjukkan bahwa kearifan lokal dalam lawas puisi rakyat Upacara Pesta Ponan yaitu; cinta lingkungan, nilai agama, nilai sosial, tradisi dan hal ini, kearifal lokal perlu untuk dilestarikan untuk mengimbangi perkembangan zaman. .Kata Kunci budaya, Sumbawa, Ponan, lawas. Abstract Local wisdom means a good relationship between humans, nature, and the environment in an area that is also influenced by its culture. The globalization phenomenon and modernization nowadays often leaves cultures rapidly forgotten, therefore they need to be preserved, one of them is the Ponan Party Ceremony. Ponan Party Ceremony is an annual tradition carried out by the Sumbawa people of West Nusa Tenggara, which contains many of the local values. This study aims to explore the local wisdom embedded in the lawas poetry of Ponan Party Ceremony in Sumbawa. The research method used in this research is descriptive qualitative through literature studies in relation of local wisdom. The results of this research show that the lawas poetry of Ponan Party Ceremony are as following love the environment, religious values, social values, tradition, and culture. Local wisdom needs to be preserved in order to keep up and balance with modern times. Keywords culture, Sumbawa Village, Ponan, lawas poetry. Copyright c 2022 Heni Mawarni ï€Ș Corresponding author Email ISSN 2656-8063 Media Cetak DOI ISSN 2656-8071 Media Online 2165 Kearifan Lokal dalam Lawas Puisi Rakyat Upacara Ponan Masyarakat Sumbawa Nusa Tenggara Barat – Heni Mawarni DOI Edukatif Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 4 No 2 Tahun 2022 p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071 PENDAHULUAN Alam, manusia dan lingkungan memiliki hubungan yang erat. Di masa lalu, bahasa alam dipahami oleh manusia. Komunitas tradisional mengumpulkan bahasa-bahasa alam menjadi satu sistem pengetahuan yang kemudian digunakan untuk itu berinteraksi dengan sesama. Sistem pengetahuan yang berorientasi pada bahasa di wilayah tertentu disebut kearifan lokal. Indonesia dikenal sangat kaya dengan bahasa dan budaya daerah, penyatuan keanekaragaman bahasa daerah tersebut menggunakan bahasa Indonesia selain itu bahasa Indonesia juga berkembang sebagai bahasa Negara, bahasa resmi, dan bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu bahasa daerah yang hingga saat ini masih terus berkembang adalah bahasa Sumbawa atau bahasa Samawa’. Bahasa Sumbawa adalah bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dan berinteraksi warga setempat yang digunakan secara kolektiv Zulkarnaen, 2015 39. Perkembangan zaman pada era globalisasi ini semakin menurunnya kecintaan dan kembanggaan masyarakat untuk menggunakan bahasa daerah terutama di Sumbawa. Oleh karena itu bahasa Sumbawa perlu untuk diperhatikan agar tidak punah, untuk melestarikan bahasa Sumbawa yaitu dengan memperkenalkan budaya-budaya yang ada di Sumbawa, misalnya maen jaran, barapan kebo, upacara pesta ponan, prosesi pernikahan dan lain sebagainya kepada masyarakat Indonesia maupun warga asing. Setiap budaya yang ada dalam mayarakat Sumbawa memiliki kearifan lokal yang perlu untuk dipertahankan. Kearifan lokal adalah identitas atau kepribadian budaya sebuah bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap, bahkan mengolah kebudayaan yang berasal dari luar/bangsa lai menjadi watak dan kemampuan sendiri Wibowo, 201517. Identitas dan Kepribadian tersebut tentunya menyesuaikan dengan pandangan hidup masyarakat sekitar agar tidak terjadi pergesaran nilai-nilai. Kearifan lokal adalah salah satu sarana dalam mengolah kebudayaan dan mempertahankan diri dari kebudayaan asing yang tidak baik. Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Dalam bahasa asing sering juga dikonsepsikan sebagai kebijakan setempat local wisdom atau pengetahuan setempat “local knowledge” atau kecerdasan setempat local genious Fajarini 2014123. Berbagai strategi dilakukan oleh masyarakat setempat untuk menjaga kebudayaannya. Di sisi lain Elllen, Parker & Bicker 2005 menamainya pengetahuan lokal kearifan lokal. Pengetahuan lokal didefinisikan sebagai berikut 1 pengetahuan yang dikaitkan dengansebuah tempat, dan serangkaian pengalaman, dan dikembangkan oleh masyarakat setempat; 2 pengetahuan yang diperoleh melalui mimikri, imitasidan bereksperimen; 3 pengetahuan praktis sehari-hari yang diperoleh dari coba-coba; 4 pengetahuan empiris yangtidak teoretis; 5 pengetahuan yang komprehensif dan terintegrasi dalam bidang tradisi dan senada juga diungkapkan oleh Alfian 2013 428 Kearifan lokal diartikan sebagai pandangan hidup dan pengetahuan serta sebagai strategi kehidupan yang berwujud aktifitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam memenuhi kebutuhan mereka. Selanjutnya Istiawati 20165 menyatakan bahwa kearifan lokal merupakan cara orang bersikap dan bertindak dalam menanggapi perubahan dalam lingkungan fisik dan budaya. Suatu gagasan konseptual yang hidup dalam masyarakat, tumbuh dan berkembang secara terus-menerus dalam kesadaran masyarakat dari yang sifatnya berkaitan dengan kehidupan yang sakral sampai dengan yang profan bagian keseharian dari hidup dan sifatnya biasa-biasa saja.Kearifan lokal atau local wisdom dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat local yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Kearifan lokal menurut Ratna 201194 adalah semen pengikat dalam bentuk kebudayaan yang sudah ada sehingga didasari keberadaan. Kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai suatu budaya yang diciptakan oleh aktor-aktor lokal melalui proses yang berulang-ulang, melalui internalisasi dan interpretasi ajaran agama 2166 Kearifan Lokal dalam Lawas Puisi Rakyat Upacara Ponan Masyarakat Sumbawa Nusa Tenggara Barat – Heni Mawarni DOI Edukatif Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 4 No 2 Tahun 2022 p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071 dan budaya yang disosialisasikan dalam bentuk norma-norma dan dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat di artikan bahwa local wisdom kearifan lokal merupakan kebiasaan sekelompok masyarakat yang diwariskan secara turun temurun penuh kearifan dan bernilai baik yang tertanam dan diikuti olehh anggota masyarakat lainnya berupa, adat istiadat, budaya, bahasa, kepercayaa, aturan-aturan dan kebiasaan sehari-hari. Haryanto 2014212 menyatakan bentuk-bentuk kearifan lokal adalah kerukunan beragaman dalam wujud praktik sosial yang dilandasi suatu kearifan dari budaya. Bentuk-bentuk kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa budaya nilai, norma, etika, kepercayaan, adat istiadat, hukum adat, dan aturan-aturan khusus. Nilai-nilai luhur terkait kearifan lokal meliputi cinta kepada Tuhan, alam semester beserta isinya,Tanggung jawab, disiplin, dan mandiri, Jujur, Hormat dan santun, Kasih sayang dan peduli, Percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, Keadilan dan kepemimpinan, Baik dan rendah hati,Toleransi,cinta damai, dan persatuan. Hal hampir serupa dikemukakan oleh Wahyudi 2014 13 kearifan lokal merupakan tata aturan tak tertulis yang menjadi acuan masyarakat yang meliputi seluruh aspek kehidupan, berupa Tata aturan yang menyangkut hubungan antar sesama manusia, misalnya dalam interaksi sosial baik antar individu maupun kelompok, yang berkaitan dengan hirarkhi dalam kepemerintahan dan adat, aturan perkawinan antar klan, tata karma dalam kehidupan sehari-hari. Tata aturan menyangkut hubungan manusia dengan alam, binatang, tumbuh-tumbuhan yang lebih bertujuan pada upaya konservasi aturan yang menyangkut hubungan manusia dengan yang gaib, misalnya Tuhan dan roh-roh gaib. Kearifan lokal dapat berupa adat istiadat, institusi, kata-kata bijak, pepatah Jawa parian, paribasan, bebasan dan saloka, Dalam karya sastra kearifan lokal jelas merupakan bahasa, baik lisan maupun tulisan Ratna 201195. Dalam masyarakat, kearifan-kearifan lokal dapat ditemui dalam cerita rakyat, nyayian, pepatah, sasanti, petuah, semboyan, dan kitab-kitab kuno yang melekat dalam perilaku sehari-hari. Kearifan lokal ini akan mewujud menjadi budaya tradisi, kearifan lokal akan tercermin dalam nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok masyarakat tertentu. Kearifan lokal diungkapkan dalam bentuk kata-kata bijak falsafah berupa nasehat, pepatah, pantun, syair, folklore cerita lisan dan sebagainya; aturan, prinsip, norma dan tata aturan sosial dan moral yang menjadi sistem sosial; ritus, seremonial atau upacara tradisi dan ritual; serta kebiasaan yang terlihat dalam perilaku sehari-hari dalam pergaulan sosial Haryanto, 2013 368. Sukarismanti 2021;41 Tradisi lisan merupakan wujud kebudayaan yang diwariskan dari generasi ke generasi melaui mulut ke telinga. Sementara tradisi budaya merupakan wujud kebudayaan dalam bentuk tindakan atau aktivitas, diciptakan dan dikomunikasikan. Oleh karena itu tradisi lisan atau tradisi budaya merupakan wujud kebudayaan yang diajarkan dari generasi ke generasi baik dalam bentuk lisan maupun dalam non verbal. Sumbawa merupakan salah satu daerah yang masih kental dengan nilai kearifan lokalnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan masih tingginya antusias masyarakat terhadap Nusa Tenggara Barat harus tetap adadilestarikan sebagai kekayaan dan kebanggaan daerah Irfan &Suryani, 201778. Budaya yang dimiliki oleh suatu bangsa merupakan suatu cara hidup masyarakat yang mendiami suatu wilayah secara berkelompok, diasumsikan bukan untuk menjadi milik manusia, melainkan berfungsi sebagai tanda atau identitas dari kelompok itu sendiri Sunday &Namani, 20194. Masih banyak lagi daerah yang mempunyai kearifan lokal untuk menunjang perekonomiannya seperti masyarakat Bali yang terkenal dengan kesenian dan masih melekat dengan ritual-ritual keagamaannya, Garut yang terkenal dengan dodolnya. Hal tersebut merupakan bagian dari budaya kita yang berbentuk kearifan lokal. Masyarakat Sumbawa contoh implementasi kearifan lokal rasa syukur kepada tuhan adalah dengan mengadakan ritual tahunan yang dilakukan untuk bisa melakukan perintah Allah SWT dengan berdoa, bersedekah, berziarah, bersilaturrahmi dengan sesama dan mempelajari dengan sungguh-sungguh ajaran-ajaran mengenai perintah-Nya, mengamalkan serta menuruti dengan teliti segala ajaran-ajaran kerohanian atau 2167 Kearifan Lokal dalam Lawas Puisi Rakyat Upacara Ponan Masyarakat Sumbawa Nusa Tenggara Barat – Heni Mawarni DOI Edukatif Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 4 No 2 Tahun 2022 p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071 pendidikan mental spiritual. Selain itu Sumbawa juga banyak menyimpan kearifal lokal dalam satu adat istiadat yang sering dilakukan oleh masyarakat Sumbawa yaitu Upacara Pesta Ponan. Upacara Pesta Ponan sebagai salah satu tradisi budaya masyarakat Sumbawa yang dikeramatkan karena mengandung mitos, masyarakat Sumbawa mempercayai bahwa dengan bekas bungkus makanan dan kue yag dimakan oleh masyarakat pada saat Upacara Pesta Ponan dapat membuat tanaman padi warga terhindar dari hama dan hasil panennya akan berlimpah. Penyelenggaraan Upacara Pesta Ponandilakukan pada masyarakat Desa Poto, bukan semata-mata mengajarkan tentang agama-spiritual, melainkan juga membentuk pengembangan sumber daya manusia yang berjiwa sosial didasari oleh hidup selaras dengan rasa saling, seperti rasa saling prihatin, saling sayang, cinta, kasihan, dan saling percaya, serta saling mengingatkan. Setiap masyarakat di suatu daerah mempunyai keunikan untuk mengekspresikan ekspresi tersebut bisa berwujud arsitektur, seni dan karya sastra Fokkema, 1998; Masindan, dkk., 1986; Pudentia, 2015, seperti puisi, prosa, dan drama. Dalam puisi banyak mengandung pesan secara lisan yang di sampaikan dengan musikalbunyi, ritme, dan teknik, secara spontan dapat menarik perhatian audiens Marwan, 2019.82. Begitu pula dengan masyarakat Sumbawa juga mempunyai keunikan untuk mengekspresikan dirinya, seperti melalui sakeco, panan, tutir, dan lawas. Masyarakat Samawa yang mendiami Pulau Sumbawa memiliki berbagai macam kesenian dan puisi rakyat yang diwariskan secara berkelanjutan dari nenek moyangnya Musbiawan, 2016. Pulau Sumbawa merupakan wilayah Indonesia dan pulau terbesar di Provinsi Nusa Tenggara Barat yang dihuni oleh dua etnis besar, yaitu etnis Mbojo di wilayah timur dan etnis Samawa di bagian barat Mantja, 2011. Dalam Upacara Pesta Ponan biasanya diisi dengan pertunjukan budaya dan seni sastra baik lisan maupun tulisan masyarakat Sumbawa salah satunya yaitu lawas puisi rakyat. Kata lawas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya luas, melawas luas, lapang, lega.Jika dikaitkan dengan ber-lawas dalam masyarakat Samawa balawas yang menunjukkan tentang kegiatan menyampaikan lawas yang terkait dengan suasana hati yang lapang dan lega. Dengan ungkapan lain, lawas adalah the human creation that created and expressed by language; by writing or oral that risen the happiness and sadness in the human seul ciptaan manusia yang dilahirkan dan dinyatakan dengan bahasa, baik lisan maupun tulisan yang menimbulkan rasa keindahan dan keharuan dalam lubuk jiwa manusia Government, 199712. Dinullah Rayes menjelaskan, bahwa lawas pada mulanya berinduk pada bahasa Sumbawa yang tidak bisa dideteksi kapan mulai tumbuh/hadir ditengah masyarakat. Namun, kehadirannya dalam kehidupan masyarakat Samawa, berawal sebagai alat ekspresi batin manusia yang diliputi oleh rasa haru, sendu gunda-gulana, mungkin disebabkan oleh musiba atau datangnya marabahaya yang mengancam hidupnya. Untuk menanggulangi/menghibur, dicurahkan perasaan dalam bentuk kata-kata. Ucapan-ucapan itu tampak menjadi sebuah kekuatan dalam upacara untuk mengusir unsur-unsur yang menimbulkan rasa marabahaya Saleh, 2007120. Lawas adalah salah satu seni lisan yang ada dan berkembang di dalam masyarakat Samawa berupa puisi tradisional. Kata lawas tidak ubahnya dengan puisi lisan yang sudah melekat pada masyarakat Sumbawa merupakan warisan yang dikembangkan secara lisan baik di kota-kota maupun di pedesaan Hamim, 2010 5 & Biawan, 2006120. Lawas sebagai puisi rakyat Sumbawa dikatakan sebagai ciptaan manusia yang dilahirkan dan dinyatakan dengan bahasa lisan maupun tulisan yang menimbulkan rasa keindahan dan keharusan dalam lubuk jiwa manusia Suyasa, 2011 . Lawas adalah sastra yang digunakan untuk mengungkapkan suasana dan isi hati untuk disampaikan kepada lawan bicara penikmat/pendengar atau pembaca Juanda, 2016. Lawas dilantunkan dengan temung irama dan itulah yang disebut balawas sangat digemari oleh masyarakat Sumbawa, bisa berupa sakeco, melangko, badede, ngumang saketa dalam suatu upacara pertunjukan. Lawas adalah puisi berbahasa Sumbawa tanpa ditulis nama pencipta atau 2168 Kearifan Lokal dalam Lawas Puisi Rakyat Upacara Ponan Masyarakat Sumbawa Nusa Tenggara Barat – Heni Mawarni DOI Edukatif Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 4 No 2 Tahun 2022 p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071 anonim dalam bahasa sastra, baik lisan maupun tulisan untuk mengekspresikan atau mengungkapkan perasaan hati dalam berbagai peristiwa Dinas Pariwisata Sumbawa, 1997 9. Lawas Samawa termasuk dalam bidang seni sastra yang ada di tengah masyarakat Sumbawa berupa sastra lisan yang bisa berbentuk prosa, cerita, kisah, sejarah tuter, dan juga ada dalam bentuk puisi yang dinamakan lawas, dan di tengah masyarakat etnis Sumbawa lawas selalu digunakan dalam berbagai kegiatan, misalnya pada kegiatan gotong royong, pernikahan, pementasan acara budaya,dan barapan kebo karapan kerbau sehingga lawas puisi masih terus berkembang sampai sekarang ini. Lawas puisi dikenal keberadaannya dari sejak dulu sehingga menjadi milik masyarakat bersama-sama, dikembangkan secara turun temurun dengan cara lisan dalam berbagai kegiatan atau aktifitas yang melibatkan orang banyak, dengan cara mengingat atau menghafalnya. Lawas puisi rakyat masih berkembang hingga saat ini yaitu sastra lisan Sumbawa. Sastra lisan Sumbawa disampaikan dengan cara menuturkannya atau disampaikan dari mulut ke mulut turun-temurun regenerasi Usman Amin, 2012. Lawas puisi adalah syair-syair yang ditembangkan sebagai bentuk pengungkapan perasaan hati dalam bentuk cinta, sedih, kritik, nasehat, dan sebagainya Maswarang dalam Saleh, 2007120. Lebih lanjut, Lawas puisi adalah syair yang terdiri atas tiga baris dengan syarat tiap baris terjalin, merupakan tiga seuntai dan tiap-tiap baris terdiri atas delapan suku rakyat mengandung pengertian yang dalam, keluar dari perasaan yang halus, mengundang pendengar untuk meneliti dan memikirkan sungguh-sungguh, seperti keluhan rakyat jelata terhadap pembesar negeri yang bersenang ria di tengah-tengah rakyat yang tidak mempunyai papan, sandang, dan pangan, sehingga dinyatakan lewat lawaspuisi rakyat. Dari beberapa pendapat di atas dapat disintesiskan bahwa lawas puisi rakyat adalah sastra lisan puisi rakyat masyarakat Sumbawa hingga saat ini masih terus berkembang yang digunakan untuk mengungkapkan isi hati kepada lawan bicaranya yang disampaikan pada saat tertentu baik secara individu maupun secara kelompok Secara khusus lawas puisi rakyat memiliki ciri-ciri tertentu yang sudah baku atau dikonversikan oleh masyarakat Sumbawa. Ciri-ciri yang dimaksud i tiap bait terdiri atas tiga baris; ii tiap baris terdiri atas delapan suku kata; iii tidak terdapat pengulangan kata bermakna sama dalam satu bait; iv antara ketiga baris dalam satu bait merupakan satu kesatuan yang utuh. Contoh, i tiap bait terdiri atas tiga baris, /lamin sia dunung notang/sowe santek banga bintang/pang bulan batemung mata/. Contoh ii tiap baris terdiri atas delapan suku kata, /la-min-si-a-du-nung-no-tang/ 8 suku kata. Contoh iii tidak terdapat pengulangan kata bermakna sama dalam satu bait, /pang bulan batemung mata/. Dalam Lawas puisi rakyat banyak mengandung nilai-nilai dan amanat-amanat kepada pendengarnyadan mengandung nilai kearifan lokal. Berdasarkan pembahasan di atas maka tujuan dari penelitian ini yaitu mengungkapkan tentang kearifan lokal yang terkandung dalam lawas puisi rakyat Upacara Pesta Ponan dalam masyarakat Sumbawa Nusa Tenggara Barat. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Moleong 2010 6 menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode observasi, menyimak, wawancara, dan analisis Lofland dalam Moleong 2010 157 sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, tindakan dan data data pada penelitian ini adalah berupa dokumen dan masyarakat Kabupaten Sumbawa Nusa Tenggara Barat. 2169 Kearifan Lokal dalam Lawas Puisi Rakyat Upacara Ponan Masyarakat Sumbawa Nusa Tenggara Barat – Heni Mawarni DOI Edukatif Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 4 No 2 Tahun 2022 p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071 HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Berdasarkan pengumpulan data dan analisi data, maka hasil penelitian ini adalah sebagai berikut; 1. Cinta Lingkungan Lingkungan hidup merupakan tempat berlangsung proses kehidupan manusia. Nasution 1999 10 menyatakan lingkungan hidup secara garis besar dibagi menjadi dua antara lain; a lingkungan fisik diartikan sebagai sesuatu yang berada di luar dari diri seseorang yang tidak berhubungan dengan manusia, seperti; alam, cuaca, iklim, bangunan. Lingkungan non fisik merupakan lingkungan yang berhubungan langsung dengan manusia, seperti pergaulan Upacara Pesta Ponan juga memberikan pelajaran kepada kita tentang pengelolaan alam dan lingkungan sekitar agar tetap lestari. Seperti yang terdapat dalam lawas Sumbawa; Kle tu sablong desa, na sarusak tani tana, sanuman nanta tu mudi Walaupun kita membangun desa/tanah , jangan merusak alam dan lingkungan tersebut, masih ada anak cucu kita di masa mendatang. kita Pada kutipan lawas puisi rakyat di atas mengungkapkan bahwa kita harus mencintai dan melestarikan lingkungan sekitar kita, dengan cara mengelola dan menjaga kebersihan lingkungan, melestarikan apa yang sudah ada dan tidak merusaknya, karena di masa yang akan datang masih ada anak cucu kita yang akan menempati tempat kita tinggal. Karoro sesa sadeka Karampo kokat kabala Kareng ola pang panungkas Dipungut rame-rame Kemudian diletakkan dipetak sawah Leng dadimo medo bura Subur balong mole pade Kenapa diletakkan di petak-petak Karena bisa jadi obat hama Supaya padi selalu subur Pada kutipan 2 dan 3 menjelaskan untuk menjaga kebersihan lingkungan pada saat Upacara Pesta Ponan makanan dan kue yang disajikan dibungkus harus menggunakan daun pisang atau daun kelapa maupun daun bambu, dan tidak boleh sembarangan dibuang setelah dimakan. Pada saat acara sudah selesai semua masyarakat yang mengikuti acara terbut rame-rame memungut sampah bekas makanan mereka untuk menjaga kepersihan lingkungan selain itu, bagi warga yang mengikutih Upacara Pesta Ponan, daun-daun tadi harus dibuang di dalam sawah atau disekitar pematang sawah, karena dapat menjauhkan hama dan penyakit. Dipercaya juga bahwa hal semacam ini sebagai bentuk menjaga kebersihan dan keseimbangan antara alam dengan tanaman padi. 2. Nilai Agama Nilai agama merupakan suatu sikap atau perilaku yang didasarkan pada aturan atau kaidah agama yang dianut, nilai agama mencerminkan sikap ataupun perilaku manusia terhadap Tuhan. Zakiyah, 2014 143-144 menyatakan bahwa nilai agama adalah nilai yang ingin ditanamkan melalui proses pendidikan ajaran agama islam, yaitu nilai tentang ketaatan kepada Allah SWT, dan nilai yang mengatur hubungan sesama manusia. Lawas puisi rakyat yang mengandung nilai agama dalam Upacara Pesta Ponan sebagai berikut; Tusam ulamo tutir ta Kewa singin Nene kita Dengan menyebut nama tuhan kita 2170 Kearifan Lokal dalam Lawas Puisi Rakyat Upacara Ponan Masyarakat Sumbawa Nusa Tenggara Barat – Heni Mawarni DOI Edukatif Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 4 No 2 Tahun 2022 p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071 Kusamula ke bismillah Kusasuda ke wassalam Nan ke salamat parana Kumulai dengan bismillah Ku akhiri dengan salam Agar diri jadi selamat Baliukmo silapangkan Ode-rea, loka-tua Rembang seda sikir-tahlil Duduk reme saling berbaur Kecil, mudah maupun tua Rame-rame mengucapkan sikir dan tahlil Sikir-tahlil-basadeka Runtung tin pang untir ponan Waya suda tanam pade Zikir, tahlil dan bersedekah Setiap tahun di pesta Ponan Sehabis menanam padi Data lawas puisi rakyat di atas merupakan penjelasan tentang pesta ponan yang dilaksanakan di bukit Ponan, dilaksanakan oleh Dusun Poto, Lengas dan Malili di Kecamatan Moyo Hilir, Sumbawa, dulu berasal dari satu rumpun yaitu Desa Bekat. Rangkaian proses ritual ponan dimulai dari persiapan masyarakat untuk menghadapi perayaan ponan. Pada kutipan 4 dan 5 menjelaskan bahwa sebagai umat Islam yang percaya akan Allah untuk itu harus selalu di ingat dan sebut dalam setiap saat dengan mengawali sesuatu dengan mengucapkan “bismillah” dan menutup dengan salam, agar kita selamat. Pada kutipan 5 dan 6 berbaurlah baik kecil maupun muda, muda maupun tua untuk berzikir, tahlil, bersedekah sebagai tanda syukut kita kepada Allah SWT atas segala nikmat yang selalu di berikan kepada kita. 3. Nilai Sosial Nilai sosial merupakan suatu nilai yang dianggap baik dalam diri manusia. Okechukwu & Stella 201579 nilai sosial adalah nilai yang yang harus ditanamkan pada manusia dari tingkat sekolah dasar agar mampu menjadi warga Negara yang memiliki perilaku atau nilai moral yang baik dalam kehidupan bermasyarakat agar hidup damai. Lawas puisi rakyat yang mengandung nilai sosial sebagai berikut; Pang tengatan onrong rea Desa poto- Moyo Hilir kita berada disatu tempat Di tengah-tengah persawahan Desa Poto-Moyo Hilir Dusun Lengas Desa Poto nansi Dusun Bekat Beru Asal kalis Bekat Loka Itulah Dusun Bekan Beru Asalnya dari Bekat Loka Pang masa Dam Batu Bulan Manasi kakurang ujan Tusatentu mole pade Pada masa bendungan Batu Bulan Meskipun curah hujan kurang Menentukan saat bercocok tanam Nanok puin kayu jawa Pang baserip tusiara Ramemo tokal baliuk Tempat bertedu orang yang datang Duduk rame-rame Rungan rame boat sia Bagentar tana Samawa Khabarnya meriah pesta tuan Bergetar tanah Samawa 2171 Kearifan Lokal dalam Lawas Puisi Rakyat Upacara Ponan Masyarakat Sumbawa Nusa Tenggara Barat – Heni Mawarni DOI Edukatif Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 4 No 2 Tahun 2022 p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071 Pelaksanaan ritual adat ponan dimulai dari berkumpulnya masyarakat di pintu desa sebelum menuju ke bukit seluruh masyarakat berkumpul, secara bersama-sama seluruh masyarakat berjalan beriringan dengan membawa makanan dan minuman untuk disajikan kepada seluruh masyarakat yang mengikuti pesta masyarakat tiba di bukit ponan, maka acara selanjutnya adalah berdoa bersama yang dipimpin oleh tetuah adat. Doa ini berisi harapan agar hasil pertanian masyarakat di ketiga desa memperoleh hasil pertanian yang melimpah ruah. Selain itu, pada kesempatan itu juga warga saling memaafkan, jika selama proses pengolahan sawah terdapat kesalahan pembagian air irigasi maupun hal lainnya yang menyinggung perasaan tetangga sawah, dengan begitu tidak ada dendam dan beban di hati yang akan merusak persatuan dan persaudaraan yang nantinya bisa berakibat pula pada hasil pertanian. Menurut masyarakat Sumbawa sangat erat kaitannya antara hasil pertanian dengan silaturrahmi antar sesama warga adat ponan. Jika sesama warga adat ponan tetap rukun, maka hasil pertanian akan baik dan begitu juga sebaliknya. karena sesungguhnnya Allah akan memberikan rizki yang tidak disangka-sangka kepada hambanya yang selalu menjaga silaturrahmi. Nilai kearifan lokal yang dapat di ambil dalam lawas puisi rakyat Upacara Pesta Ponan di atas yaitu; nilai saling menghormati, saling tolong menolong, kebersamaan, peduli, kasih sayang, belas kasih. Saling percaya dan saling menolong. 4. Nilai Tradisi atau Budaya Menurut Nababan 198653, kebudayaan dapat dipandang sebagai sistem komunikasi dengan tindak laku manusia, dan bahasa adalah salah satu bagian atau subsistem kebudayaan. Sebagai subsistem kebudayaan, maka tindak laku berbahasa pun, mengikuti norma-norma kebudayaan induknya. Sistem tindak laku berbahasa ini disebut tata cara berbahasa’ linguistic etiquete. Altman dan Chemers 1984 menyatakan ada lima faktor penting tentang hubungan antarabudaya dan lingkungan; yaitu 1 lingkungan alam meliputi suhu, curah hujan, geografi, flora dan faunafauna; 2 orientasi lingkungan dan pandangan hidup, termasuk kosmologi, agama, nilai-nilai dan norma; 3kognisi lingkungan meliputi persepsi, kepercayaan, dan penilaian; 4 perilaku lingkungan, termasuk privasi,ruang pribadi, wilayah dan kepadatan; 5 lingkungan sebagai produk akhir dalam bentuk lingkungan terbangun, rumah, pertanian,dan kota-kota. Kelima faktor ini saling terkait satu sama lain, ini menunjukkan hubungan antara budaya dan lingkungan lebih memahami budaya lingkungan binaan. Nilai budaya Upacara Ponan terdapat dalam lawas puisi rakyat berikut; Tepung kalis loto pade Buras, lepat ke petikal Topat srapat. Tepung batas Buras, lepat, dan petikal Topat, dan jajan basa Tepung kiping, Onde-onde Jadi Kebo, Ai Aning Sadeka terap ke Timung Susu kerbau, madu Bersedekah juga pakai timung Pada kutipan 13 dan 14 menjelaskan tentang makanan atau kue khas Sumbawa yang disajikan pada saat acara adat ponan terbuat harus dari daun pisang atau daun kelapa maupun daun bambu, dan tidak boleh sembarangan dibuang setelah dimakan. Bagi warga adat ponan, daun-daun tadi harus dibuang didalam sawah atau disekitar pematang sawah, karena dapat menjauhkan hama dan penyakit. Dipercaya juga bahwa hal semacam ini sebagai bentuk menjaga kebersihan dan keseimbangan antara alam dengan tanaman padi. 2172 Kearifan Lokal dalam Lawas Puisi Rakyat Upacara Ponan Masyarakat Sumbawa Nusa Tenggara Barat – Heni Mawarni DOI Edukatif Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 4 No 2 Tahun 2022 p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071 Persiapan selanjutnya adalah menyiapkan masakan atau makanan yang menjadi unsur perayaan adat ponan makanan khas yang harus ada yaitu, Buras, lepat, petikal, Topat, Tepung batas, Tepung kiping, Onde-onde, Jadi Kebo, Ai Aning dan Timung. Semua makanan yang disajikan harus berbahan baku beras, tidak boleh digoreng atau dimasak menggunakan minyak dan dimasak harus menggunakan bahan bakar dari kayu. Masyarakat Sumbawa berpikir bahwa jika makanan tersebut menggunakan bahan bakar dari minyak, maka cita rasa dari masakan itu kurang ini dimaksudkan sebagai bentuk rasa syukur dan kearifan lokal dalam menjaga kelestarian budaya karena tetap mempertahankan tatacara seperti yang dilakukan nenek moyang mereka. Masyarakat percaya bahwa asap dari tungku kayu maupun uap masakan yang harus terbuat dari beras dan di masak menggunakan kayu merupakan bentuk doa yang dipanjatkan kelangit dan diharapkan uapan tadi menjadi gumpalan awan yang akan mendatangkan hujan sehingga tanaman padi tidak akan kekurangan air karena hujan yang selalu kearifan lokal budaya atau tradisi yang dapat di ambil dalam lawas puisi rakyat Upacara Pesta Ponan di atas yaitu, tradisi-tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Sumbawa dalam menyajikan makanan dan kue khas Sumbawa pada saat Upacara Pesta Ponan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa kebudayaan atau tradisi di suatu wilayah merupakan identitas yang dimiliki oleh masyarakat yang mendiami wilayah tersebut. Salah satu tradisi tahunan yang dilakukan oleh masyarakat yaitu Upacara Pesta Ponan yang sudah melekat pada masyarakat Sumbawa Nusa Tenggara Barat, dalam tradisi ini masyarakat selain melakukan Upacara Pesta Ponan juga menampilkan berbagai macam seni dan budaya Sumbawa yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat setempat yaitu lawas puisi rakyat. Lawas puisi rakyat selalu ditampilkan dalam setiap pertunjukan budaya masyarakat Sumbawa karena selain memiliki irama yang menarik lawas puisi rakyat juga memiliki pesan dan nilai kearifan lokal di dalamnya misalnya, a cinta lingkungan, sebagai manusia yang bergantung dan beraktifitas dimuka bumi manusia harus mencintai alamdengan menjaga kebersihan. b nilai agama, sebagai umat beragama manusia harus menjunjung tinggi agama yang sudah dianut dengan mensyukuri segala sesuatu yang sudah diberikan oleh Tuhan. c nilai sosial, selain kita menjaga hubungan kita dengan sang pencipta dan lingkungan maka kita sebagai manusia harus memiliki hubungan yang baik dengan sesama dalam bersosialisasi. d nilai tradisi dan budaya, dengan menjalin hubungan yang baik dengan sesama maka terlahirlah suatu budaya dan tradisi yang harus kita lestarikan. Penulis berharap hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dan acuan untuk penelitian selanjutnya mengenai sastra lisan lawas puisi.Saran penulis untuk penelitian selanjutnya agar meneliti lebih mendalam tentang lawas puisi dan foklor yang ada dalam masyarakat Sumbawa. DAFTAR PUSTAKA Alfian, M. 2013. Potensi Kearifan Lokal Dalam Pembentukan Jadi Diri Dan Karakter Bangsa. Prosiding The 5th International Conference On Indonesia Studies Ethnicity And Globalization. Jakarta Altman Dan Chemers. 1984. Culture And Environment. Brook/Cole Publishing Company. California Ellen, R. P. P. And Bicker, A. 2005. Indigeneous Environmental Knowledge And Its Academic Publishers. Singapore Fajarini,U. 2014. “Peranan Kearifan Lokal Dalam Pendidikan Karakter”. Jurnal Sosio Didaktika. 1 2 123-130 Fokkema, 1998. Teori Sastra Abad Kedua PT Gramedia Pustakan Utama, Government, Tourism Service Of Sumbawa. 1997. The Regional Art Of The Principal Tourism Object Of Sumbawa. Sumbawa. 2173 Kearifan Lokal dalam Lawas Puisi Rakyat Upacara Ponan Masyarakat Sumbawa Nusa Tenggara Barat – Heni Mawarni DOI Edukatif Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 4 No 2 Tahun 2022 p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071 Haryanto, J. T. 2014. Local Wisdom Supporting Religious Harmonyin Tengger Community, Malang, East Java, Analisa. 21 02 201-213 Irfan, M. & Suryani, A. Wisdom Based Tourist Village Organizationin Lombok Tourist Area. International Journal Of English Literature And Social Sciences IJELS, 2 5 73-82. Istiawati, 2016. Pendidikan Karakter Berbasis Nilai-Nilai Kearifan Lokal Adat Ammatoa Dalam Menumbuhkan Karakter 10 1 1-18. Mantja, L, 2011. Sumbawa Pada Masa Dulu; Suatu Tinjauan CV Samratulangi, Marwan & Hamdan. 2019. Jazz Aesthetics Speak Loud In Allen Ginsberg'sHowl A Thematic Cultural Sketch. International Journal Of English Literature And Social Sciences IJELS.Vol 4, Issue 1, Hal 81-88 Masindan, Dkk. 1986. Sastra Lisan Melayu Langkat Jakarta Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Musbiawan, H. 2016. Ragam Alat Musik Tradisional Kantor Arsip Dan Perpustakaan Daerah Sumbawa. Moleong, L. J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bamdung Remaja Rosda Karya. Nababan, 1988. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta Gramedia. Nasution. H. 1996. Islam Rasional Pemikiran Dan Gagasan. Bandung Mizan. Cet. IV. Okechukwu, N. & Stella, O. 2015. Assessing The Moral Relevance Of Peace Education Contents In Thebasic Education Social Studies Curricula For Effective Citizenshipparticipation In Nigeria. Journal Of Education And Practice, 6, 13 79-87 Pudentia, 2015. Metodologi Kajian Tradisi Lisan Jakarta Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Ratna, I. N. K. 2011. Antropologi Sastra Peranan Unsur-Unsur Kebudayaan Dalam Proses Kreatif. Yogyakarta Pustaka Pelajar Saleh, M. 2007. Sastra Lisan Lawas Etnis Samawa Dan Muatan Nilai Keagamaannya.. Jurnal Penelitian Keislaman, 4 1 109-120. Sukarismanti & Samsudin. 2021. “Integrasi Kearifan Lokal Dalam Bahan Ajar Antropolinguistik Sebagai Upaya Penguatan Pemahaman Dan Karakter Mahasiswa.” Edukatif Jurnal Ilmu Pendidikan 35 3339–49. Sunday & The Importance Of Music In The Cultural Policy Of Nigeria A Focus On Selected Igbo Folk Songs. International Journal Of English Literature And Social Sciences IJELS. 4 1 1-11 Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia.1989. Kamus Besar Bahasa Balai Pustaka. Wahyudi, A. 2014 . Pesona Kearifan Jawa. Yogyakarta Dipta Wibowo, A. 2012. Pendidikan Karakter Strategi Membangun Karakter Bangsa Berperadaban. Yogyakarta Pustaka Pelajar. Zakiyah, Q. Y. & Rusdiana. 2014. Pendidikan Nilai Kajian Teori Dan Praktik Di Sekolah. Bandung CV Pustaka Setia. Zulkarnain, A. 2015. Tradisi Dan Adat Istiadat Ombak ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication. Ulfah FajariniThis article aims to examine on a wealth of local wisdom in Indonesia that plays a role in shaping the character education. Local wisdom will only be lasting if local knowledge implemented in concrete everyday life so that they can respond and answer the current times have changed. Local wisdom should also be implemented in state policy, for example by applying economic policy based on mutual cooperation and kinship as one manifestation of our local wisdom. To achieve that, state ideology Pancasila should be implemented in a variety of state policy. Thus, local knowledge will effectively function as a weapon-not just heritage-that equip people to respond and answer the current era. Preserving various elements of local wisdom, traditions and local institutions, including the norms and customs that are beneficial, can function effectively in character education, while doing study and enrichment with new IrfanAny SuryaniThe development of tourist villages has created tourism-based economic activities, reducing the number of people who intend to move from the rural area to the urban area urbanization’. The local potentials which a village has can grow and develop if the sources it has are effectively used to support the economic and socio-cultural growth and development. If the villagers feel that the tourist attractions they have in their village can improve their prosperity, they will be indirectly made to love their culture; as a result, attempts will be made to conserve and empower the uniqueness and local values they have. Therefore, they should be involved. In this present study, the Tourist Villages used as the object of the study is Sade Traditional Village, Pujut District, and Segenter Traditional Village, Bayan District, North Lombok Regency. Based on the empirical methodology and the qualitative approach used, several conclusions could be drawn. They are the traditional village should be involved in the management of the tourist assets, meaning that the local villagers, for example, should be actively involved in the parking management; the tourists’ interests should be synergized with the local people’s; proactive actions should be taken by all the stakeholders. The traditional law awig-awigadat’ should be improved to support tourism; a good atmosphere of traditional tourism should be created; accesses should be made for the local entrepreneurs to developing whatever is needed by the traditional Kearifan Lokal Dalam Pembentukan Jadi Diri Dan Karakter BangsaM AlfianAlfian, M. 2013. Potensi Kearifan Lokal Dalam Pembentukan Jadi Diri Dan Karakter Bangsa. Prosiding The 5 th International Conference On Indonesia Studies Ethnicity And Globalization. JakartaIndigeneous Environmental Knowledge And Its TransformationsChemers Altman DanAltman Dan Chemers. 1984. Culture And Environment. Brook/Cole Publishing Company. California Ellen, R. P. P. And Bicker, A. 2005. Indigeneous Environmental Knowledge And Its Academic Publishers. SingaporeTeori Sastra Abad Kedua PT Gramedia Pustakan Utama, Government, Tourism Service Of Sumbawa. 1997. The Regional Art Of The Principal Tourism Object Of SumbawaD W FokkemaFokkema, 1998. Teori Sastra Abad Kedua PT Gramedia Pustakan Utama, Government, Tourism Service Of Sumbawa. 1997. The Regional Art Of The Principal Tourism Object Of Sumbawa. Wisdom Supporting Religious Harmonyin Tengger CommunityJ T HaryantoHaryanto, J. T. 2014. Local Wisdom Supporting Religious Harmonyin Tengger Community, Malang, East Java, Analisa. 21 02 201-213Ragam Alat Musik Tradisional Kantor Arsip Dan Perpustakaan Daerah SumbawaH MusbiawanMusbiawan, H. 2016. Ragam Alat Musik Tradisional Kantor Arsip Dan Perpustakaan Daerah Penelitian Kualitatif. Bamdung Remaja Rosda KaryaL J MoleongMoleong, L. J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bamdung Remaja Rosda W J NababanNababan, 1988. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta Rasional Pemikiran Dan GagasanNasution. H. 1996. Islam Rasional Pemikiran Dan Gagasan. Bandung Mizan. Cet. IV.

lawas sumbawa tentang nasehat